Jan 22, 2011

POLITIK PENAKLUKAN

Menghangatnya kasus vonis 7 tahun penjara terhadap Gayus HT (19/1/2011); beberapa tokoh masyarakat menyebut-nyebut kata "Tiji Tibéh" dalam mengomentari kasus tersebut.  Saya tertarik untuk berbagi pengetahuan dengan Anda dengan menyadur dari buku tulisan saya berjudul: Ratu Adil Mentas, terbit 22 Sept. 2008.


Gayus HT
Dalam sejarah kekuasaan di Indonesia sejak zaman nusantara sampai republik, politik penaklukan demi merebut/ memelihara/memperbesar kekuasaan, selalu menggunakan metoda yang sama dan berlulang (siklus).  Politik kekuasaan berikut ini, berjumlah 7 types; dimana 4 types berasal dari kitab perang Bharatayudha, yang aslinya berasal dari India, yakni: Sāma, Bheda, Dāna, dan Danda.  Sedangkan 3 types sisanya berasal dari pengamatan penulis, yakni: Kekerabatan, Satria, dan Tiji Tibéh.

  1. Sāma: Politik ini pada dasarnya mengajak lawan duduk 'setara' dalam perundingan untuk mencapai win-win solution.  Penggunaan taktik ini sangat jarang terjadi karena kita lemah dalam management conflict .
  2. Bheda: Jika tidak menggunakan taktik Sāma atau menemui jalan buntu, maka politik Bheda digunakan. Pada prinsipnya adalah politik memecah-belah kekuatan lawan atau adu domba, biasanya dengan persekongkolan.  Dari sini kita tahu bahwa politik pecah-belah sudah dipraktekan di nusantara, jauh sebelum VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) menginjakkan kaki di nusantara pada 1602 M. 
  3. Dāna: Politik ini model pendekatan lain dan acap digunakan, yaitu dengan cara menyogok/memberi upeti menggunakan harta-benda. Orang kita sangat mudah tergiur dengan sogokan karena sejak zaman dahulu masih dalam level survival-Maslow's Theory of Needs, atau kesadaran kita masih sebatas 'kampung tengah' atau pertimbangan perut, dimana baru ribut jika urusan perut terusik
  4. Danda: Politik Danda ini tercatat sangat sering digunakan dalam menyelesaikan conflict kekuasaan, yaitu dengan meluluh-lantakan kekuatan lawan.
  5. Kekerabatan: Politik model ini sering digunakan, yaitu dengan menjalin kekerabatan dengan pihak lawan melalui perkawinan. Motivasinya untuk memperluas wilayah kekuasaan dan agar harta kekayaan tetap berada dalam lingkaran kekuasaan keluarga/kerabat.
  6. Satria: Politik Satria biasanya dengan menciptakan lawan bersama. Idenya sederhana, orang akan bersatu bila kepentingannya terusik. Taktik ini biasanya menggunakan semboyan-semboyan, contohnya: Bersatu kita teguh-bercerai kita roboh, Merdeka atau mati, dll.  Politik Satria digunakan untuk memanipulasi atau mengalihkan perhatian dari situasi sesungguhnya.  Era pemerintahan Presiden SBY, saya tengarai banyak menggunakan politik ini, dengan julukan keren dari saya, yaitu: Shifting Media (mengalihkan masalah dengan masalah lain, menggunakan fasilitas media).
  7. Tiji Tibéh: Meminjam istilah bahasa Jawa, kependekan dari Mati Siji-Mati Kabeh, yang artinya mati satu mati semua.  Politik ini digunakan sebagai exit strategy jika dalam keadaan terdesak atau politik bumi bangus.  Boleh jadi Gayus menggunakan politik ini dengan mulai membuka rahasia keterlibatan lembaga dan individu tertentu, setelah vonis 7 tahun dijatuhkan.  Tujuannya mungkin untuk menyeret semua pihak yang terlibat masuk kedalam penjara, seperti yang dia alami.
Nah, masuk type mana sajakah Kerusuhan Mei 1998?  


Selamat menganalisa, terima kasih!

No comments:

Post a Comment

Tulis pendapat dan komentar di bawah ini :)