Aug 18, 2011

PANTAI BATU KARAS (Bagian Kedua)

Terminal Bus Pangandaran.
"Haahhh... sekarang malam Jumat!!.."
Bus berhenti di pinggir jalan sebelum pintu masuk terminal Pangandaran. Tukang ojek dan tukang becak berlarian menyongsong penumpang, suara berisik, teriak-teriak menawarkan jasa. "Tidak.. tidak kang..!" Sahut saya setiap mendekat dan hendak menawarkan jasa pengantaran. Jam tangan menunjukkan waktu, Kamis (28 July 2011), 18:47 wib. "Sebaiknya minum kopi dulu ahh..", sambil mata sibuk melirik ke kiri-kanan, dan... nah !... ketemu yang dicari.

Sambil minum kopi saya membaur dengan pengunjung lain yang rata-rata adalah tukang ojek dan orang-orang terminal bus, pembaca tentunya punya gambaran bentuk warung kopi tersebut... berdinding gedhek... tapi soal kenikmatan tiada bandingannya.
Saya: "Mau ke Batu Karas, ada kendaraan ke sana nggak ya, kang?"

Tukang ojek: "Ada bus mini, cuma sampai Cijulang.... dari Cijulang naik ojek lagi... Jam segini bus mah sudah molor semua pak.... narik sampai jam empat sore... Udaahhh... nginap di Pangandaran aja." (dengan logat khas Sunda).
Saya: "Saya mau ke Batu Karas malam ini juga, berapa ongkos naik ojek?"
Tukang ojek: "Wah.. 'kalau dipaksa' malam begini.. Rp. 200,000 nggak kurang..."
Saya: "Segitu mah nggak mampu bayar kang.. hahaha..." Tertawa lepas untuk menghangatkan suasana.
Tiba-tiba dari meja samping kiri berdiri seorang berperawakan tegap datang menghampiri, tangannya lantas memegang pundak saya: "Baiknya bapak nginap di Pangandaran saja malam ini, besok pagi sewa motor cuma Rp. 50,000 per hari... pergi ke Batu Karas, selancar sepuas-puasnya... Jelas!?.."

Saya tepis tangannya dari bahu dan ingin tahu alasannya, dia langsung menatap tajam penuh isyarat: "Saya cuma nyarankan, jika bapak ingin lancar!" Hati yang paling dalam bersuara singkat, "Dia bermaksud baik."

Setelah minum kopi saya diantar tukang becak, dia menawarkan penginapan murah tapi indah dengan panorama langsung tepi pantai barat Pangandaran, dan pemiliknya orang Perancis - kawin dengan wanita Pangandaran. Setibanya di penginapan, saya langsung menyapa pemilik penginapan, sebut saja Yves.
Saya: "Bonsoir monsieur! Berapa tariff satu hari?"
Yves: "Rp. 150,000 per hari, Mais surtout pour vous, la charge sera Soixante-Quinze Mille Roupies par jour (red: tapi khusus untuk Anda, tarif sewa akan menjadi Rp. 75,000 satu hari.)".
Saya senyum lebar: "D'accord..! Merci beaucoup, Yves." (cuma menyebut kata "Bonsoir monsieur!" langsung dapat discount 50%, padahal bisanya cuma kata itu doang).
Selepas mandi saya ikut ngobrol akrab dengan Yves, istrinya, dan sepasang tamu berkebangsaan Perancis-Thailand. Tak lama kemudian berpamitan, sebab 'kampoeng tengah' (perut) sudah tak kuat dan minta di isi. Saya menyeberang jalan langsung menuju garis pantai dimana warung kaki lima bertebaran.

Pikiran belalu lepas; melayang... hmm...enam hari sebelum gempa bumi & tsunami di Pangandaran (17 July 2006)... anak & istri terlihat ceria menikmati liburan di pinggir pantai barat... dan... rendezvous... Rendezvous?!!.. "Haahhh... sekarang malam Jumat!!.." Saya terkejut, baru menyadari.

(Bersambung)

No comments:

Post a Comment

Tulis pendapat dan komentar di bawah ini :)