Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), adalah contoh kongkret untuk bahan studi kasus Kepemimpinan Gaya Menghindar. Alasan penulis memilih beliau adalah untuk mempermudah Anda memahami gaya ini. Sejak menjadi presiden di akhir 2004, banyak badan-badan baru dibentuk melingkari kekuasaannya, bertujuan agar permasalahan dapat diselesaikan tanpa harus melibatkan dirinya. Ingat, gaya menghindar sangat resist terhadap konflik, terutama yg tertuju langsung kepadanya. Unsur kehati-hatian sangat melekat pada sosok gaya menghindar, SBY tanpa terkecuali. Membentuk team pimpinan Adnan Buyung Nasution, dlm kasus Bibit-Candra, adalah contoh terkini. Alasan kehati-hatian dlm mengambil keputusan akhirnya terkesan Ledha-ledhe (bingung/lamban). Kelambanan mengakibatkan rugi waktu. “Satu-satunya yg tidak dapat ditebus di dunia ini, adalah waktu!"
☛ Gaya Menekan. Penguasa gaya menghindar umumnya akan menggunakan passive power (kekuatan menerima/membiarkan/mendukung tanpa melibatkan diri), untuk menekan, dengan sasaran menyelamatkan kursi kekuasaan. Penggunakan passive power dimaksudkan untuk menarik simpati public. Tebar pesona, santun, mengeluh, perang opini, menebar wacana, dan media-shifting (mengangkat berita panas untuk mengalihkan issue); adalah sebagian contoh passive power.
Passive power ini sudah digunakan oleh SBY pada waktu kuatnya desakan pembentukan pansus Bank Century di DPR, dgn menyatakan: “..mendukung.. buka seluas-luasnya.. transparan..” Ketika posisi membuka ini hanya mendapatkan sedikit simpati, langkah selanjutnya ialah dgn membuka aib lawan-lawannya, Andi Arief (staff ahli presiden bidang bencana) telah melakukan tindakan ini. Ketika public tidak bergeming, maka langkah selanjutnya adalah menggunakan media-shifting, bertujuan untuk memecah konsentrasi public—agar ada ruang gerak lebih leluasa untuk merubah tactic. Tawuran antar warga, kasus HMI vs Polri, dan yg terkini aksi teroris Aceh-Pamulang; Apakah termasuk bagian dari media-shifting? Bagaimana menurut pendapat Anda?!..
☛ Gaya Permisif. Penguasa gaya menghindar punya cara lain agar orang menjadi patuh. Ia akan memberi iming-iming hadiah bagi yg mau patuh kepadanya, dan ancaman bila tidak mematuhi. Sasaran tetap sama yaitu untuk menyelamatkan kursi kekuasaan. Memberi jabatan dan atau bagi-bagi proyek: termasuk diantara contoh iming-iming hadiah. Contoh untuk ancaman diantaranya termasuk membuka aib atau membuka kasus pelanggaran hukum lawan.
Saya menduga kelompok SBY sedang melancarkan aksi ini. Indikasi nyata penulis peroleh ketika beberapa hari lalu di media online—Taufik Kiemas (suami Megawati Soekarnoputri) memberi pernyataan bahwa ia menghendaki PDIP bergabung dlm koalisi pemerintahan SBY (?). Jika PDIP tetap bertekad berada di luar lingar kekuasaan SBY, atau PKS tetap kokoh dgn sikapnya, maka aib 'apa' yg akan diungkap..?! (ingat penulis mengatakan “apa” bukan “siapa”)
☛ Gaya Kompromi. Jika strategi menekan dan permisif tidak membawa pengaruh, maka langkah yg akan dilakukan oleh penguasa gaya menghindar adalah menggunakan gaya kompromi, dan sasaran tetap tidak berubah, yaitu: demi kursi kekuasaan. Wujud nyata gaya kompromi adalah dengan menyelesaikan perkara secara kekeluargaan atau sekarang berganti baju dgn sebutan cara adat—Penulis sudah memprediksi hal ini dlm video clip “Ramalan Deja vu Tahun 2010”.
Dalam kasus Bank Century, bukan tidak mungkin keinginan pihak lawan akan di fasilitasi, yaitu dengan membagi kue kekuasaan lebih besar. Bukan tidak mungkin pula posisi Wapres Budiono dikorbankan. Kenapa tidak?..
Sekarang mari kita rangkum untuk diambil kesimpulan, dlm bentuk tanya-jawab (FAQ):
- Apakah pihak lawan tidak mengetahui strategi kelompok SBY? Mengingat budaya latahan sangat mengental di bumi persada, penulis tidak yakin kelompok yg berseberangan dgn kelompok SBY tidak mengetahui strategi SBY, karena mereka-pun sama latah-nya. Sebagai bukti kita bisa melihat kejadian voting di sidang paripurna DPR. Penulis sendiri bukan tidak mungkin adalah sosok bergaya menghindar dan ledha-ledhe (?), dan bagaimana dgn Anda??!..
- Apakah tujuan akhir pihak lawan sesungguhnya adalah kue kekuasaan? DPR adalah lembaga politik, produk yg dihasilkan adalah politik. Kompromi (cara adat) dgn bagi-bagi kue kekuasaan adalah produk politik.
- Apabila diselesaikan melalui jalur hukum, apakah kasus Bank Century akan terungkap hingga ke akar-akarnya? Melalui jalur hukum tidak serta merta tuntas hingga ke akar-akarnya dan prosesnya pun sangat panjang. Menutup kasus Bank Century dgn menghukum pelaku-pelaku bisa terwujud, namun sangat diragukan bahwa akarnya bisa dicabut (?).
- Lantas, bagaimana dgn penegakkan keadilan yg diperjuangkan oleh rakyat? Keadilan tetaplah keadilan. Kepentingan (rasa suka atau tidak suka) sangat mempengaruhi penilaian kita terhadap kata “Adil”. Apabila kita membuat tolok ukur kepemimpinan dari sisi etika-moral, maka bukankah terpilihnya penguasa-penguasa; eksekutif, legislatif, dan yudikatif—atas tolok ukur (etika-moral) yg kita buat sendiri? Maksudnya, penguasa-penguasa dipilih oleh rakyat secara demokratis, dgn tolok ukur etika-moral yg sangat sempurna. Saya bisa mengatakan bahwa ukuran etika-moral di Indonesia adalah paling sempurna di dunia! Lantas, tidak ada salahnya kita menikmati hasil pilihan kita sendiri, atau... penulis salah mengambil kesimpulan?!..
Salam Persaudaraan Semesta!
----------------------------------------
Lihat Video clip "Ramalan Deja vu Tahun 2010" berikut ini:
No comments:
Post a Comment
Tulis pendapat dan komentar di bawah ini :)